siniarwaktu kuliah dulu

Cerita dengan Kontraktor: Tukang Bangunan

Ini merupakan cerita yang masih teringat dari percakapan Yudha dengan seorang kontraktor pada waktu menunggu tranex yang akan membawa Yudha ke Bukittinggi.

Yudha sempat bertanya, dari mana sih tukang ini direkrut? Apa perusahaan kontraktor itu buka semacam open recruitment atau bagaimana? Eh ternyata bapak itu punya jawaban tersendiri.

Tukang itu ada yang kita dapat dari kontraktor lain yang proyeknya sudah selesai, atau dari mulut ke mulut, biasanya ada kepala tukang untuk setiap proyek, nanti mereka yang turun mencari tukang, pada umumnya mereka membawa orang kampungnya untuk bekerja.

Selama proyek berlangsung, para tukang ini tinggal di bedeng. Menurut Yudha bedeng itu adalah sebuah bangunan non permanen yang umumnya terbuat dari triplek atau kayu dan kadang berbentuk sebuah pondok, namun tak jarang bentuknya seperti rumah petak, fungsinya sebagai tempat tidur bagi tukang.

Ada 2 jenis tukang, tukang yang urang awak atau tukang dari Jawa. Kedua jenis tukang ini mempunyai perbedaan, namun masing-masingnya punya kelebihan dan kekurangan. Namun sebelum itu kita perlu tahu apa saja sih kerja tukang ini.

Dari cerita bapak itu kerja tukang ini sangat beragam, ada yang memecah batu, mengaduk semen, tukang kayu, pasang ubin, membuat beton dan lain-lain, dan masing-masing kerja itu memerlukan kepandaian khusus.

Kembali ke soal kelebihan dan kekurangan. Kelebihan tukang urang awak ini adalah mereka mampu mengerjakan semua kerja tukang tersebut, mulai dari kayu, semen, ubin, beton dan segala macamnya. Namun disanalah letaknya kelemahannya, karena mereka tidak mendalami sebuah pekerjaan (kita sebut saja spesialisasi) maka kerjanya kurang rapi.

Kalau tukang jawa masing-masing orang memiliki spesialisasi, kalau kayu, kayu saja, kalau semen, hanya semen saja yang mereka sentuh, dan mereka tidak bisa mengerjakan yang lain. Walau demikian, karena mereka mendalami kerjanya, maka hasil kerjanya lebih rapi.

Saat ditanya sama tukang mana yang lebih enak dipekerjakan, bapak itu menjawab: kalau kerjanya yang rapi ya tukang jawa, cuman kalau proyeknya lebih dari 1 tahun, perusahaan harus memberikan fasilitas pulang kampung. Nanti mereka dikasih waktu libur untuk pulang kampung, biasanya perusahaan menyediakan 1 mobil tuk mereka pulang kampung. Kalau tukang urang awak kan tidak perlu, karena kampung mereka disini juga.

Kalau yudha hitung-hitung secara awam saja dari segi biaya yang harus dikeluarkan untuk tukang, tentu mempekerjakan tukang dari Jawa membutuhkan biaya lebih dibanding tukang urang awak, namun dari segi hasil kerja, tentu tukang Jawa lebih unggul.

            Termasuk dari jumlah yang dipekerjakan, tentu akan banyak jumlahnya jika mempekerjakan tukang dari Jawa karena mereka hanya bisa mengerjakan satu pekerjaan saja. Tergantung perusahaan kontraktor sih lebih suka memilih yang mana.

Fakta menarik yang terungkap adalah mengenai keluarga tukang dari Jawa, kalau mereka biasa mengerjakan kayu, maka keturunannya yang menjadi tukang cuman bisa mengerjakan kayu. Namun demikian, tentu tukang ini semakin ahli dibidangnya.

Tidak jarang tukang dari Jawa yang sudah bekeluarga membawa keluarganya ke tempat proyek meski harus menyebrangi pulau. Untuk hal ini diperbolehkan oleh perusahaan tapi tidak ada perlakuan khusus bagi mereka. Bagi tukang yang masih single dan menemukan jodohnya, juga tidak dilarang untuk menikah, paling-paling ketika proyek sudah selesai, si tukang tadi akan tetap tinggal meski teman-temannya kembali ke kampung halaman.

Rasanya hanya itu yang dapat yudha ingat…masih banyak yang dapat didiskusikan mengenai tukang ini…

3 Jan 2011

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *