Membuat SIM di Kota Padang
Ada keinginan yang cukup lama tertahan sejak telah bisa mengemudikan kendaraan roda 2 alias sepeda motor, pada waktu itu kelas 1 SMKN 1 Payakumbuh. Meskipun sejak dari sekolah dulu berhasrat untuk dapat memiliki Surat Izin Mengemudi sebagai bukti sah bahwa kita telah dapat mengemudikan kendaraan bermotor, namun harapan itu baru tercapai ketika Yudha akan menyelesaikan studi di kampus tercinta, Universitas Andalas, atau lebih tepatnya 9 tahun kemudian (wow..lama ternyata, tapi jangan berasumsi Yudha sekolah selama 4 tahun, 3 tahun saja, tapi menganggur 1 tahun dan kuliah selama 11 semester).
Karena sudah punya Kartu Tanda Penduduk alias KTP yang dibuat pada tanggal 15 November 2010 (ahahahha…parah…punya KTP saat berusia 23 tahun….tapi pada usia 17 sudah punya KTP juga…tapi mati…jadi dibuat lagi) target selanjutnya adalah membuat SIM. Begini ceritanya:
Tanggal 31 Desember 2010 Yudha bersama teman yang bernama Opung memulakan niat untuk membuat SIM dengan cara yang “sebenarnya”. Sebelumnya Opung pernah bertanya pada Pak Polisi yang berdiri di Simpang Pasar Baru berapa biaya membuat SIM, lalu si Pak Polisi ini balik bertanya: “KTP mana?” dijawab: “KTP Pasaman”. Oo… kalau KTP Pasaman Rp 250.000 aja langsung jadi (Ah yang benar?)
Tidak puas dengan cerita itu Yudha langsung berselancar di dunia maya mencari informasi mengenai biaya pembuatan SIM, dan terima kasih pada mbah Google yang memberikan informasi sesuai dengan apa yang kita ketikkan.
Ternyata berdasarkan Peraturan Pemerintah No 50 Tahun 2010 tarif SIM adalah sebagai berikut:
Penerbitan SIM A untuk kendaraan bermotor Roda 4 dengan berat yang diperbolehkan tidak lebih dari 3.500 kg | ||
1. Baru
2. Perpanjangan |
Per Penerbitan
Per Penerbitan |
Rp 120.000,00
Rp 80.000,00 |
Penerbitan SIM B1 untuk kendaraan bermotor dengan berat yang diperbolehkan lebih dari 3.500 kg | ||
1. Baru
2. Penerbitan |
PerPenerbitan
Per Penerbitan |
Rp120.000,00
Rp 80.000,00 |
Penerbitan SIM B2 untuk kendaraan yang menggunakan kereta tempelan dengan berat yang diperbolehkan lebih dari 1.000 kg | ||
1. Baru
2. Perpanjangan |
Per Penerbitan
Per Penerbitan |
Rp 120.000,00
Rp 80.000,00 |
Penerbitan SIM C | ||
1. Baru
2. Perpanjangan |
Per Penerbitan
Per Penerbitan |
Rp 100.000,00
Rp 75.000,00 |
Penerbitan SIM D untuk kendaraan bermotor khusus bagi penyandang catat | ||
1. Baru
2. Perpanjangan |
Per Penerbitan
Per Penerbitan |
Rp 50.000,00
Rp 30.000,00 |
Terus dapat informasi juga ada biaya tes kesehatan dan asuransi, jadi paling banyak hanya Rp 150.000,00…kalau ada yang bilang Rp 300.000,00 dapat dipastikan itu adalah petugas yang juga berprofesi tambahan sebagai calo.
Untuk pengurusan SIM di Kota Padang maka kita harus pergi ke Polisi Kota Besar Padang atau yang lebih kita kenal dengan Poltabes Padang. Waktu pertama sampai disana dengan angkot, Opung bertanya kepada salah satu petugas dimana loket tempat pembuatan SIM, si petugas pun menunjukkan tempat pengurusan SIM tersebut seraya menambahkan “sekarang lagi ramai, mau “dibantu” ndak?” (hmm….sebuah tawaran yang aneh tapi sebagian dari kita sudah biasa mendengarnya) langsung Yudha jawab: “ndak usah bang, yang penting kami sudah tahu tempatnya dimana” dan kami pun pergi meninggalkan si petugas…satu kesimpulan lagi….si petugas tersebut juga mempunyai pekerjaan sampingan sebagai calo SIM.
Sampai dilokasi ternyata sangat ramai orang yang datang, karena kami malas bertanya, jadi Yudha coba-coba saja melihat ke sekitar mana tahu ada informasi mengenai cara pengurusan SIM…dan ada…kita harus mendaftar, bayar uang pendaftaran, harus ada kartu identitas dan surat keterangan sehat (lawan dari surat keterangan sakit) dari dokter/RS/puskesmas/klinik atau sejenisnya.
Wah….kita tidak ada surat tanda sehat nih…tapi melihat orang-orang yang ada juga sama keadaannya, maka Yudha langsung saja menuju ke loket pendaftaran. Loket pendaftarannya mirip tempat beli tiket, hanya ada lubang kecil sepertiga lingkaran, dan saat itu ada seorang cewek yang lagi bertugas.
“Ingin buat SIM kak” kata Yudha, si kakak bertanya: “ada KTP Padang?”…Yudha balas bertanya: “KTM boleh?”…si kakak balik bertanya pula: “mana…coba liat…dipotokopi ya!”…karena sebelumnya sudah ada potokopian KTM, langsung itu saja yang Yudha berikan. Lalu si kakak kembali bertanya: “Surat Tanda Sehatnya ada?”…(mampus)…Yudha jawab saja: “belum ada kak”. Bisa tertunda nih bikin SIM karena tidak ada surat keterangan sehat…tapi tiba-tiba ada jalan keluar…si kakak bilang: “kalau begitu ke Poliklinik SIM saja dulu, tempatnya dibelakang”.
“Dibelakang”?… dimana tuh? Akhirnya setelah bertanya pada orang kami menemukan poliklinik SIM…tempatnya di sebelah kanan Poltabes. Tempatnya kecil, kira-kira ukurannya 2×4 meter. Disana ada 2 buah meja dan 4 buah kursi serta sebuah kipas angin (di dalam ruangan panas banget). Disana ada 1 orang petugas yang sibuk merapikan dokumen dan seorang dokter (katakanlah begitu karena penampilannya mirip dokter, tapi bisa saja bidan). Di dinding poliklinik tertempel pengumuman yang salah satu isinya menyebutkan biaya administrasi Rp 20.000 (Rp 20.000 hanya untuk surat keterangan sehat…ng papa..yang penting yakin usaha sampai).
Pemeriksaan kesehatannya sederhana saja, buk dokter itu mengambil selembar kertas ukuran A5, bertanya biodata kita, terus minta potokopi identitas diri, terakhir mengukur tekanan darah kita dan…voila….Anda SEHAT. (ajaib…padahal pada saat itu Yudha lagi terserang komplikasi demam dengan batuk, salemo dan keringat dingin plus meriang).
Selesai mengurus surat keterangan sehat kami kembali ke loket pendaftaran, menyerahkan potokopi KTM dan Surat Keterangan Sehat dan membayar biaya pendaftaran dan pembuatan SIM sebesar Rp 100.000. Setelah itu kami diminta untuk melakukan ujian teori.
Ujian teori dilaksanakan selama 30 menit untuk menjawab 30 buah soal. Soalnya tidak terlalu susah, hanya mengenai cara berkendaraan, rambu-rambu, dan lalu lintas. Gampang, dan kita diminta menjawab benar minimal 18 soal. Untuk ujian teori Yudha dapat skor 20 dan Opung 22.
Setelah itu kami diminta melaksanakan ujian praktek dengan mengendarai sepeda motor dan pada waktu itu yang jadi penguji adalah pak Polisi yang bernama Amil dan sepertinya beliau orang baik.
Sebelum ujian praktek beliau bertanya: “motornya mana?” kami jawab: “motornya belum ada”. Lho…bagaimana bisa ujian kalau motornya belum ada? Langsung saja Yudha sambung “kami bikin SIM dulu bang, baru beli motor”.
Aneh memang…kita diminta membawa motor sendiri ke Poltabes sebagai kendaraan yang akan kita gunakan untuk ujian praktek walaupun kita belum punya SIM, bagaimana ini? Bukankah harus punya SIM dulu baru boleh mengendarai sepeda motor (idealnya)…
Karena kami tidak bawa motor, maka beliau menawarkan motor yang biasa praktikum, Honda GL Win model lama warna putih dengan tanki yang sudah bopeng. Bisa bawa motor kopling? Kalau Yudha sih bisa, opung yang tidak. Karena Yudha bisa bawa motor kopling, jadi Yudha yang ujian praktek, dan hasilnya…GAGAL., ulang minggu depan.
11 Jan 2011