siniarwaktu kuliah dulu

Cerita dengan Kontraktor: Kisah Dibalik Sebuah Proyek

Ada percakapan menarik yang Yudha dapatkan ketika menunggu di pool tranex menuju Bukittinggi. Yudha tiba di pool tranex sekitar pukul 2 siang, menghampiri meja tiket dan memesan tiket ke Bukittinggi. Ternyata dapat mobil dengan nomor urut 10 sedangkan mobil yang baru saja berangkat bernomor urut 8, jadi Yudha masih harus menunggu 2 mobil lagi. Karena masih lama maka Yudha mencari tempat duduk, melihat kondisi di pool penuh maka Yudha berinisiatif mencari tempat duduk diluar, dan ternyata dibawah sebuah pohon ada bangku, maka kesanalah tujuan Yudha selanjutnya

Ternyata disana juga ada seorang bapak-bapak yang kalau Yudha perkirakan umurnya sudah setengah abad, apakah kurang dari setengah abad atau lebih dari setengah abad Yudha kurang tahu, tapi yang jelas kurang lebih setengah abad lah.

Y: Yudha

B: Bapak tu

Y: mau kemana pak? (duh pertanyaan standar banget)

B: Ke Bukittinggi

Y: tinggal disana pak?

B: iya

Y: trus di padang ngapain? Kerja?

B: iya

Y: kerja dimana pak?

B: kerja di g*!$!#$ (aduh…lupa yudha nama tempat bapak tu kerja)

Y: apa tu pak? (nama perusahaannya baru pertama kali yudha dengar)

B: kontraktor

Y: oo….

Selanjutnya bapak tersebut mulai bercerita tentang jalan hidupnya sebagai kontraktor di g*!$!#$, beliau sejak tahun 1991 jadi kontraktor mengerjakan berbagai bangunan, sekarang beliau berposisi sebagai Chief Manager. Kalau yudha gambarkan seperti ini:

???? > chief manager > manager operasional > mandor > tukang

Dan sepertinya posisi beliau cukup tinggi karena sala satu kerjanya adalah membaca desain bangunan, sepertinya bapak ini sarjana juga.

Dari rangkuman percakapan yang yudha ingat, setidaknya cerita bapak itu dapat yudha kategorikan menjadi 3, yaitu:

  1. Mengerjakan proyek Unand
  2. Dapat proyek di Malaysia
  3. Enaknya proyek

Yuk kita simak satu-persatu

  1. Mengerjakan Proyek di Unand

Bapak tu berkecimpung di proyek sejak tahun 1991 (sejak beliau bekerja di perusahaan kontraktor) dan sejak awal perusahaan tempat beliau bekerja sudah pernah mendapat proyek pengerjaan bangunan di kampus Yudha, kampus Universitas Andalas.

Perusahaan tempat beliau bekerja adalah salah satu pemain lawas dalam proyek-proyek di Unand, dan proyek terakhir perusahaan di Unand adalah pengerjaan gedung labor fakultas MIPA yang rusak akibat gempa.

Beliau bercerita ketika “babe” masih berkuasa (babe ini yudha kurang tahu) perusahaan beliau selalu mendapatkan proyek pengerjaaan di Unand. Tapi sejak reformasi semua harus pakai tender, namun demikian perusahaan beliau selalu dapat proyek.

Setiap proyek yang beliau kerjakan untuk Unand, perusahaan beliau memberikan masa perawatan kurang lebih 3 bulan terhitung sejak pembangunan selesai. Kalau ada kerusakan dalam jangka waktu tersebut, maka perusahaan lah yang menanggung.

Lalu yudha bertanya: kalau lebih dari 3 bulan ada kerusakan gimana? Beliau menjawab:

Kalau pembangunan dilakukan sesuai dengan rencana maka tidak akan ada kerusakan dalam waktu dekat atau setelah selesai dibangun, namun karena proyek ni banyak permainannya, maka bangunan itu cepat cacatnya. Kalau udah kayak gitu biasanya perusahaan kita ditunjuk lagi untuk pengerjaan proyek yang lain. Sambil mengerjakan proyek yang lain, proyek yang sebelumnya yang sudah selesai namun cacat itu kita pelihara juga. Hehehe….(wah kacau nih…).

Terus bagaimana dengan preman sekitar kampus? Yang sering minta uang kalau melihat ada truk ke kampus?…untuk yang satu ini bapak tersebut juga punya jawabannya.

Jadi dulu itu ada preman namanya si Bai dan dia ini adalah kepala preman di sekitar kampus, kerjanya kalau ada mobil bawa barang ke kampus dia minta “uang air”. Si Bai ini menurut bapak tu agak bajingan, karena kalau tidak dikasih maka dia bikin rusuh, mobil lah yang ditendangnya, semenlah yang ditusuk-tusuknya, tapi sejak di Bai ini meninggal karena kecelakaan bus kampus, sekarang sudah aman. Jika masih ada masalah maka POM (Polisi Militer) langsung turun tangan, soalnya preman ni tidak takut sama polisi (kok bisa?)

Menurut beliau kalau masih ada masalah cukup hubungi saja komandannya yang dikenal dengan sebutan “Pak Raden”. Kalau ada proyek cukup pak Raden aja yang dibayar nanti terserah dialah mengatur pembagiannya. Nanti kalau ada barang yang hilang tinggal hubungi saja pak raden tu, nanti ketemu barangnya, walau sebesar jarum (wah hebat….barang yang hilang aja yang sebesar jarum bisa ketemu).

Yudha terus bertanya: kan bisa saja mereka yang pura-pura mengambil pak? Bapak tu pun menjawab:

Ya, kadang-kadang mereka bersandiwara, tapi dari pada ribut-ribut mending dibayar aja.

Dari sini dapat kita ambil kesimpulan bahwa kenyamanan dalam bekerja sangat diutamakan oleh kontraktor, sehingga jika ada keributan mereka lebih suka mengeluarkan sejumlah uang daripada proyek mereka terbengkalai. Suatu hal yang baik, namun kalau begini terus ya tidak akan ada kebaikan disana. Pungli masih merajalela dan kita tahu akan hal itu.

  1. Dapat proyek di Malaysia

Beliau juga sempat bercerita bahwa di pertengahan tahun 2000an yaitu antara 2000 sampai dengan 2010 (yee..kalau yang ginian bukan pertengahan tahun 2000an namanya) mendapatkan proyek pembuatan jalan layang dari Selangor menuju ??? (aduh,,,lupa yudha nama daerahnya).

Panjang jalan layang itu kurang lebih 40km dan pengerjaan dibagi menjadi 3 kontraktor, 1 dari Korea (kayaknya Korea Selatan ni), 1 dari Malaysia, dan 1 lagi perusahaan bapak itu yang mengerjakan sebagai wakil dari Indonesia. Jadi masing-masing kontraktor mendapatkan jatah 13,33km dan masa pengerjaan proyek itu selama 3 tahun. Lalu muncul pertanyaan yang menarik nih, ada ngga sih tukang di Malaysia sana? Dan bapak itu pun mulai bercerita:

Tenaga inti dari proyek itu dibawa dari Indonesia, seperti Chief Manager, Manager Pelaksana, sedangkan mandor dan tukang berasal dari Malaysia. Menurut bapak itu sebenarnya tidak ada orang Malaysia yang bisa bertukang, mereka pemalas terutama yang etnis melayu, itu makanya banyak orang kita disana. Trus tukang dari Malaysia itu gimana?

Nah kalau itu bukan orang Malaysia asli tapi orang kita yang menjadi warga Negara Malaysia. Mereka sudah tinggal lama disana dan dapat kewarganegaraan disana, dan umumnya keturunan orang jawa yang jadi tukang disana. Bahkan waktu saya disana gamelan pun ada dimainkan oleh tukang.

Satu hal yang perlu kita sadari dan memang menjadi fakta adalah banyak keturunan Indonesia disana, awalnya mereka hanya pendatang lalu menetap dan akhirnya berkembangbiak atau melahirkan keturunan. Mereka tidak sekedar datang saja tapi juga membawa seni dan budaya kita kesana.

Maka mereka pun menganggap wajar jika budaya Indonesia mereka klaim sebagai budaya dari nenek moyang mereka, ya jelas saja begitu, karena nenek moyang mereka berasal dari negera kita. Lalu kita mesti berbuat apa? Silahkan baca tulisan yudha mengenai Indonesia Lemah atau Malaysia Kuat?Dan satu hal lagi…mereka pemalas…kalau tidak semua ya pada umumnya lah…

 

  1. Enaknya proyek

Dan akhirnya kita sampai pada bagian terakhir, enaknya proyek. Meski kita sudah pernah mendengar kabar angin tentang per-proyek-an tapi kadang kebenarannya memang susah untuk diungkap, walaupun hal itu terjadi didepan mata kita.

Dalam sebuah proyek biasanya disisihkan sekitar 7,5% untuk biaya tak terduga, biaya tak terduga ini biasanya digunakan kalau ada kecelakaan, tapi lebih sering untuk menutupi pungli yang memang menjamur kalau ada sebuah proyek. Biasanya jika uang tersebut masih bersisa sedangkan proyek sudah selesai maka uang tersebut dibagi rata (kalau yang beginian sih udah kebanyakan, bukan hanya proyek saja, panitia acara saja sering menghabiskan dana acara yang bersisa untuk jalan-jalanlah, bikin bajulah)

Akan lebih enak kalau kita berada dilapangan karena banyak yang bisa dijadikan tambahan pemasukan (tambahan pemasukan?, maksudnya?).

Tak jarang batu, pasir, kerikil kita jual untuk tambahan, ujar bapak tersebut dengan enteng seakan-akan itu adalah sebuah kewajaran (ya ampun…). Pasir yang kita pesan umpamanya 4 kubik, kita ambil saja 3,5, sisanya kita jual. Paling enak kalau bermain dengan semen, jualnya murah dan dapatnya banyak. Kalau untuk proyek kita diminta menyediakan 4 kubik semen, nanti ketika barang datang kita catat 4 tapi barang yang kita terima cuma 3,5, sisanya kita jual ke agen semen. Misalnya harga semen Rp 70.000, kita jual Rp 55.000, mana mau mereka tolak.

Biasanya untuk memainkan material proyek melibatkan banyak pihak, mulai dari pemberi proyek sampai supir truk, masing-masing harus dapat bagian. Kalau tidak nanti ada yang “berkicau”, kan bisa repot jadinya. Jadi kalau semuanya dapat kan tidak ada yang ribut, jadi harus rapi mainnya (ya ampun…..jadi ini yang terjadi)

Termasuk pemberi proyek juga dapat bagian, bapak itu meneruskan. Lalu yudha bertanya: lalu pejabat yang mengurus proyek tersebut juga dapat ya pak? Bapak itu dengan senyum menjawab: ya jelaslah, mana mau orang itu kalau tidak dapat bagian, pokoknya rapi dan adillah (walah-walah..ada keadilan dalam kejahatan yang rapi…miris)

Lalu yudha berpikir, bapak ini baru saja menyelesaikan proyek perbaikan gedung labor di MIPA, Unand, dari cerita beliau sangat memungkin proyek tersebut menjadi mainan oknum-oknum yang tidak bertanggungjawab.

Ya ampun…bapak itu bercerita tentang kebobrokan dengan senyum dan seulas tawa…tapi bukan dia saja, oknum yang disana juga ikut berperan serta, tapi kita masih belum bisa berbuat apa-apa karena kerapian kejahatan yang sudah lumrah ini….semoga kelak jika kita yang berada di posisi tersebut, baik sebagai pejabat maupun kontraktor tidak melakukan hal-hal yang demikian. Amien.

Padang, 22 Desember 2010

yudha juga sempat merekam pembicaraan dengan bapak tersebut, silahkan klik disini untuk mengunduhnya

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *