buah pikiransepak bola

Langkah Lambat Mitra Kukar

Kekalahan yang diderita Mitra Kukar dari tuan rumah PSPS Pekanbaru pada lanjutan Liga Super Indonesia cukup membingungkan. Bagaimana tidak? Dengan komposisi pemain yang sebagian besar berlabel tim nasional, dengan pemain asing yang berkualitas bisa dikalahkan dengan skor yang telak oleh PSPS yang pada saat itu hanya bermain dengan 10 orang saja. Apakah ini merupakan kejutan? Rasanya tidak, toh kejadian ini merupakan ulangan dari kejadian sebelumnya di liga Indonesia ketika tim dengan baru dengan banyak pemain bintang hanya memperoleh prestasi pas-pasan di akhir musim.

Apa yang dilakukan oleh Mitra Kukar mirip dengan yang dilakukan oleh Persisam Putra Samarinda yang baru promosi ke ISL 2009-2010 dengan status Juara Divisi Utama 2008-2009. Pada saat itu tim Persisam yang memiliki dana besar berupaya membentuk tim dengan pemain-pemain berlabel bintang. Saat itu Persisam merekrut pemain yang berlabel timnas yaitu Hamka Hamzah, M Roby, Fandi Mukhtar, dan striker Zaenal Arif, Ada juga legiun asing yang sudah malang melintang di liga Indonesia seperti Ronald Fagundez dan Danilo Fernando. Tidak tanggung-tanggung Aji Santoso pun juga ikut didatangkan setelah berhasil membawa Persebaya Surabaya promosi. Bahkan dengan kegiatan transfer pemain yang begitu wah tersebut media nasional sempat memberikn julukan FC Hollywoodnya Indonesia.

Namun apa yang terjadi? Jangankan bersaing di tangga juara, pada awal musim Persisam terseok-seok di papan bawah klasemen, beruntung pada putaran kedua setelah melakukan perombakan pelatih dan pemain, performa tim mulai meningkat dan berhasil selamat dari jurang degradasi dengan bertengger di posisi 12. Lebih buruk dibandingkan tim promis lain seperti PSPS Pekanbaru dan Persema Malang yang tidak jor-joran dalam membeli pemain.

Tim Instan yang tak berhasil

Membuat tim kuat secara instan dengan mendatangkan pemain-pemain berkualitas merupakan hal yang lazim dalam sepakbola dengan tujuan untuk meraih gelar juara, termasuk di Liga Indonesia. Pertanyaannya adalah bisakah gelar juara tersebut diraih? Mari kita fokuskan saja pada Liga Indonesia.

Jawabannya adalah masih jauh panggang dari api, dengan kata lain kenyataan tak sesuai dengan harapan. Bukan baru-baru ini saja hal tersebut terjadi, masih ingat ketika PSPS Pekanbaru membentuk dream-team pada era Divisi Utama?

Hal itu terjadi pada LI 2002 ketika manajemen PSPS menarik Hendro Kartiko, Bima Sakti, dan Kurniawan Dwi Yulianto. Namun, PSPS yang difavoritkan sebagai salah satu kandidat juara LI ternyata gagal mewujudkannya meskipun dalam klasemen akhir wilayah barat PSPS “hanya” menempati peringkat ke-5. PSPS hanya kalah satu poin dari Persita Tangerang untuk lolos ke babak “8 Besar” LI 2002.

Belajar dari pengalaman, PSPS mencoba untuk membentuk lagi Dream Team-nya di LI 2003. Sugiantoro, Uston Nawawi, Aples Tecuari, Erol F.X. Iba, dan Carlos de Mello didatangkan. Namun tetap saja hasil yang diperoleh jauh dari apa yang diharapkan.

Lalu bagaimanakah dengan Mitra Kukar? Apakah nasibnya akan sama dengan tim diatas? Memang masih terlalu dini untuk memprediksikan hal tersebut. Mendatangkan pemain timnas seperti Hendro Kartiko, Hamka Hamzah, Ahmad Bustomi, Jajang Mulyana hingga bintang sepakbola Inggris Marcus Bent serta pelatih yang sukses mengantar timnas Philipina ke semifinal Piala AFF 2010 Simon McMenemy, Mitra Kukar masih belum berhasil memenuhi ekspektasi sebagai tim super dengan materi pemain keren.

Untuk membentuk tim yang tangguh tidak bisa instan karena kekompakan tim serta irama sejiwa dalam permainan sulit dicapai dalam waktu singkat. Hal itu juga rasanya yang dialami oleh Mitra Kukar, lebih menonjolkan kemampuan individu ketimbang permainan tim. Namun seiring waktu tentu hal tersebut dapat diperbaiki. Jika tidak? Maka Mitra Kukar berhasil meneruskan tradisi tim instan selama ini, gagal berprestasi.

 

daftar bacaan:

Sepak bola Riau: PSPS pun Pernah Jadi Dream Team

8 Jan 2012

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *