aktivitas pasca kampus

Ikut Survei LSI – Bagian 5

Kamis 7 April 2011

Semenjak terjaga dari sholat subuh hari hujan lebat, kami memilih tuk tetap berbaring sambil menunggu hujan reda. Menurut informasi yang didapat, pada pagi hari biasanya penduduk pergi ke kebun tuk menyadap karet atau memupuk sawit, jadi hujan deras di pagi ini kami anggap waktu tambahan untuk istirahat.

Meski telah selesai mandi dengan air dingin dan sarapan, ternyata hujan juga belum reda. Baru sekitar jam 9-an hujan mulai reda dan berganti jadi gerimis dan terus berhenti. Alhamdulillah, survei bisa kita mulai. Hujan dipagi itu memberikan keuntungan lain, setidaknya jalan yang kami tempuh tidak berdebu lagi, tapi tentu saja becek.

*****

Survei Yudha awali dari RT 4, dan kebetulan juga pak RTnya yang juga berprofesi sebagai dukun terpilih sebagai responden. Responden kedua terpilihlah seorang ibu rumah tangga. Masing-masing membutuhkan waktu sekitar 30 menit, dan setiap selesai di wawancarai, responden di cek leh koordinator via telepon.

Selanjutnya Yudha menuju RT 3, untuk mencari rumah Pak RTnya Yudha agak kesulitan, sempat singgah di sebuah kedai tuk beli minyak sekaligus bertanya, lalu dalam waktu kurang lebih 1 jam Yudha balik kesana lagi untuk bertanya hal yang sama, kontan saja si ibuk itu marah-marah dengan jengkel, dari pada dia banyak bacot, Yudha potong aja dengan membeli alat cukur, baru si ibuk tu diam. Fiuhh…

Untungnya rumah responden RT 3 dapat ditemukan, dan kebetulan ketemu dengan warga sekitar yang dapat Yudha ajak untuk menemani Yudha mencari responden. Namanya bang Nazaru (kalau tidak salah) dan berprofesi sebagai guru ngaji, beliau mengantarkan Yudha kerumah ketua RT 6. Setelah dapat data KK, kami pun pergi kerumah responden.

Waktu telah menunjukkan jam 17.30 WIB dan Alhamdulillah target tercapai, dapat 5 responden. 2 dari RT 3 dan 4, 1 dari RT 6. Setidaknya perkenalan dengan bang Nazaru memberikan manfaat, Yudha ditunjukkan rumah responden ke 6 dari RT 6 dan rumah ketua RT 5 dan RT 8. Sebagai ucapan terima kasih beliau Yudha kasih uang R 10.000. beliau sempat minta kaos, tapi sayang, jumlahnya tidak cukup dan baju kaos hanya diperuntukkan bagi responden. Beliau pun mengerti. Terima kasih.

Seperti sebelumnya, titik temu kami (Yudha, Marde, Rizqi Azmi) adalah masjid di sebelah kantor camat. Dan seperti biasa juga, Rizqi selalu jadi yang terakhir datang dan beliau melaporkan bahwa baru mendapatkan 2 responden (ndeh…) sedangkan Yudha dan Marde sama-sama dapat 5 responden.

Kami makam malam di tempat yang sama seperti malam sebelumnya, dan seraya bercerita pengalaman yang didapat pada hari ini.

Rizqi Azmi bercerita betapa makmurnya warga disana, ceritanya begini: selain ditanya tentang pilkada, responden juga ditanya mengenai pekerjaan dan penghasilan. Dialognya kira-kira begini dan jawaban yang diberi selalu dengan nada kesusahan:

Rizqi : Pekerjaannya apa pakde? (responden orang jawa trans)
Pakde : Ya apalah, paling-paling tani (jawabnya dengan wajah memelas)
Rizqi : Punya kebun ya pakde?
Pakde : Ya punya dikit, kebun karet aja
Rizqi : Kalau sawit pakde?
Pakde : Ya sawit juga punya (apanya yang kebun karet aja?)
Rizqi : Kira-kira berapa luasnya pakde?
Pakde : Ya kecil lah, ngga besar kok, paling-paling Cuma 4 hektar (apanya yang kecil? Wong 4 hektar)
Rizqi : Kalau sawitnya pakde?
Pakde : Ya ngga banyak, 4 hektar juga (busyet…4 hektar sawit 4 hektar karet, apanya yang kecil pakde?)
Rizqi : Lalu toko disebelah ini punya siapa pakde?
Pakde : Oh itu, itu punya saya, orang rumah yang jagain

 

Mandeh…kami pun tertawa geli mendengar cerita Rizqi Azmi yang lengkap dengan mimik memelasnya. Pas ditanya penghasilan, dengan wajah susah pakde menjawab: ya berapalah, dicukup-cukupkan saja, kira-kira 5 juta aja. Wow…5 juta tu dah besar pakde…ckckck…kami bertiga berasumsi itu penghasilan per bulan minimal yang dapat diraih oleh si pakde.

Pas ditanya mengenai pendidikan, si pakde malah menceritakan tentang anaknya yang tidak mau sekolah lagi

“ya anak saya tidak mau sekolah lagi, dia minta dibeliin truk, ya saya beliin. Trus pas dia sudah kawin, dia minta truk satu lagi, saya beliin juga. Kemarin ni satu truknya rusak satu lagi ilang, saya biarin aja, ntar kalau dia minta lagi, saya beliin lagi”

Gila…si pakde ni maksudnya apaan sih, seenaknya aja bilang beli truk kayak beli goreng pisang. Mantap-mantap. Akhirnya berkesimpulan, daerah ini warganya berkecukupan tapi dengan tingkat pendidikan yang rendah. Pada umumnya tamat SD. Malah Marde berencana mau buka toko bangunan disana, karena melihat kebiasaan disana kalau ada yang nikah bikin rumah baru.

Marde juga bercerita mengenai pertemuannya dengan babai hutan setelah selesai mewawancarai responden. Berarti tinggal Yudha aja yang belum ketemu dengan babai hutan.

*****

Malam ini kami kembali tidur di rumah si Mas meskipun si Mas pada malam itu tidak pulang kerumahnya, tapi memilih nginap di kantornya di kota Bungo. Kami tiba dirumah si Mas sekitar jam 22 lewat, like before, Yudha mandi dan minum teh hangat yang disediakan. Alhamdulillah pas tiba dirumah hujan baru turun dengan lebat, untung hujan tidak turun ketika kami masih di jalan. Malam ini tidur ditemani dinginnya hujan dan suara rintik hujan yang menerpa genteng. Dingin.

Sebelumnya…                                                                          bersambung

25 Apr 2011

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *