aktivitas pasca kampus

Ikut Survei LSI – Bagian 3

Rabu, 6 Maret 2011

Dari rencana tadi malam kita tlah bersepakat untuk berangkat jam 6 pagi, namun karena telat bangun (tapi kita tetap sholat subuh di masjid kok) maka diundur jadi jam 8. Dengan bekal sarapan nasi goreng yang dimasak oleh mama Marde, 3 orang pemuda yang sedang merenda asa siap pergi.

Every men for himself, artinya tiap kami memakai motor sendiri (meski motornya bukan milik sendiri), armada yang ada saat itu adalah Yudha memakai Honda Vario (hasil pinjaman teman yang begitu sangat baik hati sekali), Marde dengan Honda Supra milik mamanya, dan Rizqi Azmi dengan Yamaha Vega (hasil pinjaman juniornya di LPI).

Perjalanan menuju Muaro Bungo memang sangat panjang, kira-kira sekitar 4 jam kami berada di perjalanan yang sangat menantang. Dan tips untuk kita semua, hindari menggunakan motor matic untuk perjalanan jauh, karena motor matic akan menjadi pelahap maut premium yang cukup menguras kantong. Untuk sampai ke Muaro Bungo saja Yudha harus mengisi minyak sampai 3 kali, khawatir kalau nanti kehabisan bensin di daerah yang minim penduduk dan tidak ada yang jual minyak.

Walau perjalanannya jauh, setidaknya banyak tempat yang Yudha lewati. Akhirnya Yudha juga sempat menginjakkan kaki di Kabupaten Dharmasraya (karena pada saat itu berdiri pas ngisi minyak motor). Sebenarnya ada teman yang ingin mengajak Yudha ke Dharmasraya, namun niat itu belum kesampaian karena yang bersangkutan banyak alasan. Menyinggung soal Dharmasraya, ada sebuah hipotesa yang ingin Yudha buktikan langsung di tempatnya, yaitu di Kabupaten Dharmasraya. Hipostesanya begini: Apakah semua… (setelah Yudha pikir sebaiknya hipotesanya tidak Yudha tulis.

Berbicara soal motor matic, setidaknya memiliki keuntungan karena kita tidak perlu repot menganti porsneling (gigi) ketika tanjakan, tinggal gas…dan brum…anda pun melaju.

*****

Sepanjang jalan memasuki kota Bungo kami disambut oleh baliho-baliho calon bupati Bungo, dan kami pun mengambil kesimpulan bahwa survei kali ini adalah survei pilkada. Fiuhh…

Kita sampai di kota Muaro Bungo kira-kira jam 12.30, langsung mencari masjid tuk sholat dzuhur dijamak dengan ashar. Dan ternyata Nofaldi bekerja di Askes Muaro Bungo, kita janjian aja di masjid. Dan wow…masjid memang tempat yang luar biasa, disana malah ketemu dengan bang M Ridwan, mantan aktifis KM UNAND juga yang segenerasi dengan bang Mufti Yendra. Ternyata beliau baru selesai S2 di Malaysia dan sekarang sedang mengajar di Universitas Muaro Bungo (Muaro Bungo punya Universitas yoi). Dan satu hal lagi, beliau belum menikah, alasannya, saya disibukkan oleh s2, kalian kapan? Hehehe…

Selesai makans siang, kami di ajak Nofaldi ke suatu tempat yang rencanaya akan kami gunakan sebagai tempat menginap sementara, disana kami berkenalan dengan Mas Susanto. Namun mengingat kami sedang melakukan survei pilkada, niat ini kami urungkan. Lagi pula jarak dari Kota ke lokasi survei cukup jauh, kira-kira 2 jam perjalanan. Jauah mah…

Dari keterangan si Mas, kelurahan Padang Palangeh (lokasi survei Yudha) itu daerah yang paling dekat jaraknya dari kota, sedangkan daerah Marde di Bangun Harjo itu lokasi yang paling jauh dari kota, daerah Rizqi Azmi berada ditengah-tengah, dan disanalah letaknya Kantor Camat Kecamatan Pelepat Ilir, nama daerahnya Kuamang Jaya, tapi orang disana lebih sering menyebutnya dengan Kuamang Kuning atau Unit 17. Kata si mas kalau sudah ketemu tugu simpang 3, maka kita sudah sampai di Padang Palangeh.

Oh ya, sebelum sampai di kota, motor Rizqi Azmi sempat mengalami masalah, yaitu “gigi tarik” motor yang beliau pinjam “habis”. Kejadiannya kira-kira 20 menit di batas kota, ada 3 tempat yang kami datangi untuk membeli gig tarik tersebut.  Tempat pertama menawarkan barang yang kami maksud seharga Rp 100.000, itu lokasinya tidak jauh dimana motor Rizqi Azmi mengalami kerusakan, tempat kedua mengatakan harganya Rp 90.000 (di batas kota), dan tempat terakhir menyebutkan harganya Rp 80.000 (toko di kota). Jadi semakin ke kota, harga barang semakin murah.

Berkat lobi yang mendalam yang dilakukan oleh Marde, maka kami putuskan tuk terus melanjutkan perjalan ke lokasi survei, ini kami lakukan karena disana kami sudah mendapatkan tempat menginap, tempatnya ya dirumah Susanto tadi. Makasih mas.

*****

Ya ampun, jarak 2 jam yang kami tempuh dari Muaro Bungo ke Padang Palangeh harus melawati perkebunan karet, kelihatanya kalau malam sepi dan gelap nih. Di kiri kanan hanya ada pohon karet. Seram.

Kira-kira jam 15.30 kami sampai di tugu simpang 3, berarti Yudha telah sampai dilokasi.  Diambil kesepatakan bahwa Yudha akan ditinggal disini sementara yang lain terus melanjutkan perjalanan ke Kuamang Jaya, nanti kita berkumpul di Kantor Camat.

Melihat kondisi BBM yang mulai menipis, maka Yudha berinisiatif tuk membeli minyak, sekaligus bertanya dimana rumah pak Lurahnya, dan kebetulan ada kedai, langsung saja Yudha kesana. Ternyata cukup rumit juga untuk mendapatkan alamat rumah pak Lurah ini, bukan karena orangnya tidak ramah, tapi ini kendala bahasa.

Ternyata mereka tidak tahu apa itu pak Lurah (abis dah, bakalan lama nih). Akhirnya Yudha menemukan kalimat Tanya yang jitu, “buk, kalau ngurus surat-surat biasanya kemana?” lalu si ibuk menjawab: “oh, itu kerumant tuk RIO”..”tuk RIO?”

Ternyata RIO adalah sebutan lain untuk lurah, di Sumatera Barat sama dengan Wali Nagari, karena selain sebagai bagian dari pemerintahan , Rio juga berfungsi sebagai kepala adat.

Nama Rio Padang Palangeh adalah Pak Bedul, nama aslinya Abdullah. Saat ke rumah beliau di terasnya ada 2 orang pemuda, 1 duduk diatas motor dan 1 lagi berdiri sedang menghitung segepok uang, uang benaran pecahan Rp 50.000. Wow…Yudha sih pura-pura tidak tahu saja.

Setelah memperkenalkan diri bahwa Yudha dari LSI dan tujuannya adalah survey, ternyata sambutan tuk Rio cukup ramah, dari beliau didapati bahwa di Padang Palangeh ada 8 RT. Karena ada 8 RT maka Yudha langsung mengacak RT mana saja yang harus dipilih, maka didapatlah RT 3, 4, 5, 6, dan 8. Setelah itu Yudha minta nama ketua RTnya, dapat, dan dengan mengucapkan terima kasih dengan wajah yang berterimakasih, Yudha pamit.

 

Sebelumnya                                                                                       bersambung

18 Apr 2011

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *