fiksi

10 semester untuk sebuah nama

Rasanya sudah 10 semester tidak bertemu dengannya, lebih malah, pertemuan terakhir adalah hari terakhir Bimbingan Belajar di Primagama Payakumbuh. Tidak ada rasa apa-apa selain rasa rindu untuk bertemu dengan teman lama. Rasa rindu untuk bertemu dengan teman lama.

Siapa menyangka nasib kita memang berbeda, walaupun kita berhasil kuliah di Universitas yang tertua di pulau Jawa (Universitas Andalas) tapi dirimu setidaknya harus mengikuti 2 kali ujian untuk dapat lulus di Fakultas Kedokteran, sedangkan diriku sudah dinyatakan lulus saat ujian pertama di Ekonomi Unand, tepatnya jurusan Akuntansi.

Kau tahu, kedekatan memang sangat terasa ketika perpisahan mendekat. Baru kali itu kita berdiri begitu dekat, di lantai 2 bangunan tempat kita bimbingan belajar. Dimana saat kita berdiri disana kita bisa melihat dengan jelas jalan raya di depan kita dan mobil-mobil berseliweran. Penting apa melihat mobil melintas jalan? Ah yang penting hanya kita.

Ada baiknya sedikit kuceritakan bagaimana kita bisa berjumpa dan kejadian yang mewarnai selama kita berpisah.

Pengantar

Semua berawal ketika seorang pemuda harapan bangsa yang masih berusia cukup muda dan beliau memang muda (kurang lebih 17 tahunlah) yang telah menyelesaikan studinya di Sekolah Menengah Kejuruan Negeri 1 Payakumbuh. Namun ketika itu beliau tidak sempat mencicipi bangku kuliah karena memang belum ada kesempatan, jadilah beliau menganggur selama 1 tahun. Dalam rentang waktu itu sambil mengisi hari-hari selain menjaga warung kecil-kecilan sekaligus berhemat karena uang jajan sejak tamat sekolah nominalnya semakin kurang, beliau mengisi dengan menjadi vokalis band remaja yang belum sempat terkenal dengan nama Verona. Mirip nama tim sepakbola asal Serie B Liga Italia, namun memang itulah namanya. Lumayanlah untuk mengisi kebosanan karena selalu menghadapi rutinitas yang sama dan membosankan.

Suatu ketika setelah hampir satu tahun kelulusannya dari SMK, pemuda itu mendengarkan nasehat dari keluarga, tentang arti pendidikan. Tentang susahnya mencari pekerjaan kalau kita hanya berijazah SLTA atau sederajat.

Ada suatu ketika itu kami (pemuda dan 1 orang temannya) pada waktu setelah masa-masa tamat sekolah namun belum masuk waktu kuliah, kira-kira bulan Juni dan Juli, mereka sambil membawa ijazahnya pergi melamar pekerjaan. Waktu itu Bank Syariah Mandiri baru buka di Payakumbuh. Pergilah mereka berdua kesana, entah apa yang ada dipikiran mereka saat itu sehingga mereka mau atau berani mendatangi BSM untuk melamar pekerjaan.

Dalam benak mereka berdua jadi tukang bersih-bersih pun alias cleaning erviice pun boleh. Sebelum mereka mau membuka pintu, pintunya sudah terbuka duluan, hebat. Apakah ini teknologi otomatis yang membuat pintu bisa merasakan kehadiran manusia sehingga dia terbuka sendirinya. Namun ternyata tidak, ternyata satpam yang membukakan pintu seraya tersenyum dan berkata:

“Ada yang bisa saya bantu?”

“Kami mau melamar pekerjaan” kata kami serempak

“Kami hanya menerima S1” begitu balasnya. Dan pupuslah harapan kami meraih pekerjaan sambil berpikir bahwa untuk menjadi cleaning service saja harus S1. Gawat.

Selain pengalaman itu, dorongan dari orang tua pun sepertinya memberi lampu hijau untuk kuliah. Mau jadi apa dengan ijazah SLTA? Ckckck…

Mengingat pelajaran sudah dikubur dalam file yang jauh tersimpan di dalam ingatan alias lupa, maka perlu diambil langkah strategis untuk membangkitkan batang tarandam eh bukan, untuk mengingat kembali pelajaran biar tidak sia-sia membeli formulir SPMB yang waktu itu harganya sekitar Rp 150,000. Mengenai jurusan apa yang diambil sepertinya sudah menemukan titik terang.

Waktu sekolah di SMK dulu mengambil jurusan Akuntansi maka sudah jelas, kuliah dengan jurusan Akuntansi. Mengenai mau di kampus mana akan menuntut ilmu, itu bisa di konsultasikan. Yang jelas untuk dapat mengingat kembali pelajaran yang telah lampau, agar beli formulir tidak sia-sia, supaya persiapan dapat lebih baik, dan mengisi waktu luang selain main band dan jaga warung, jawabannya hanya satu, IKUT BIMBINGAN BELAJAR.

Awal Pertemuan

Ada beberapa teman yang ikut bimbingan belajar di Padang, katanya sih lebih bagus, tutornya lebih oke, suasana lebih nyaman, namun yang jelas juga lebih banyak dana yang keluar. Mulai dari tempat tinggal, makan, transportasi dan lain-lain. Selain itu si pemuda memang belum pernah ke kota Padang sendirian (ya ampun….sudah besar ke padang aja sendirian belum pernah). Melihat keadaan yang seperti itu, maka lebih baik bimbel di daerah sendiri, selain dekat juga lebih enak, karena tinggal dirumah sendiri.

Lalu rencana selanjutnya kalau memang iya akan bimbel di Payakumbuh saja, pilih lembaga bimbel yang mana? Pada saat itu kalau tidak salah baru ada satu lembaga bimbingan belajar di Payakumbuh, yaitu Primagama (ini bukan promosi).

Waktu itu pemuda tersebut mengambil program intensif untuk persiapan SPMB jurusan IPA eh IPS.

Intensive Class IPS

          Layaknya anak yang baru masuk sekolah begitu juga rasanya ketika pertama kali masuk bimbingan belajar. First day is the most difficult day… begitulah kira-kira pepatah yang mengungkapkan betapa kita butuh waktu untuk adaptasi dengan lingkungan dan orang yang baru.

Tapi bagi pemuda ini hal tersebut tidaklah terlalu sulit, cukup senyum, tegur, sapa, terus kenalan, ruang kelas yang tadi terasa sempit dan pengap, berubah menjadi lapang dan terang benderang. Dunia akan terasa luas ketika kita mendapat teman baru.

Dengan jadwal bimbel hampir setiap hari, maka diluangkanlah waktu dari jam 9 pagi hingga siang, atau dari sehabis makan siang sampai menjelang ashar (Aduh, agak lupa jadwalnya), yang jelas tiada hari tanpa bimbel karena kalau tidak datang sekali saja rasanya rugi sekali, sudah bayar soalnya.

Cukup susah juga menceritakan keadaan pada saat itu, ini dikarenakan kejadiannya sudah lama berlalu. Yang jelas, ada resep mujarab yang dapat dicoba saat kita berada di lingkungan baru dan dalam nuansa belajar:

  1. Tersenyum…ini yang paling mujarab untuk mengurangi rasa kurang percaya diri dan gugup atau sedang sendirian.
  2. Jangan melamun…ini yang harus dihindari. Melamun dapat mengakibatkan kita kelihatan oon dan bego. Carilah kesibukan seperti membaca, pura-pura sms atau mengobrol. Untuk mengobrol ajak saja petugas bimbel yang jaga front office, bahan obrolan pun gampang, contohnya program bimbel atau siapa saja tutornya. Gampangkan? Ini akan membuat kita kelihatan akrab dan dikira “anak lama” walaupun itu adalah hari kedua kita kesana. Hari pertama adalah saat mendaftar.
  3. Yang paling penting adalah pastikan anda rapi dan wangi sebelum keluar rumah.

Pembaca yang budiman, hari pertama memang terasa berat bahkan untuk meminjam penghapus sekalipun. Dengan berbekal beberapa buah buku, kalkulator sisa sekolah dulu yang masih tokcer (Karce seri Kc-108 yang saat tulisan ini dibuat telah almarhum), beberapa buah pena dan pensil plus penghapus, yang semua dibungkus dalam tas punggung peninggalan kelas 3 SMK dulu yang…aduh…cukup lawas, hari belajar untuk menatap masa depan yang lebih baik pun dimulai. Dengan pakaian yang seadanya (pernah pakai celana ¾) diri ini melangkah dan belajar.

I’m not the smart or the handsome one, but I guarantee I’m the wonderful one. Meski tidak semua pelajar yang dikelas IPS yang dapat dikenali (ini disebabkan beberapa pelajar selesai dentang bel sekolah eh bel bimbel, langsung pulang kerumah pakai angkot, ada juga yang pakai motor, no interaction mean no relation). Dimulai dari tetangga di bangku sebelah kiri, kanan, dan belakang. Tetangga didepan sangat jarang karena sering duduk didepan kecuali kalau telat dan pintu masuk ruangan berada di belakang kelas.

Duduk bersebelahan di sampingmu (?)

          Terus terang dari semua cewek yang ada di kelas IPS, dirimu salah satu yang menarik untuk dipandang. Ada beberapa alasan untuk itu, yang pertama kita bertemu di saat yang hampir berbarengan menjelang masuk kelas. Setelah diselidiki ternyata dirimu anak kelas IPC, pantas saja selalu standby di Primagama, belajarnya dari pagi sampai sore. Luar biasa tapi ini menyenangkan, tahu kenapa? Karena setiap diriku ke Primagama pasti ada kamu.

Kedua, kita ada waktu saling berinteraksi, ini salah satu yang membuat suasana bimbel jadi menyenangkan. Dirimu mau berbagi ilmu terutama dalam pelajaran matematika dimana diri ini cukup memiliki kelemahan. Untuk pelajaran yang lain seperti pelajaran IPS dan bahasa diri ini juga tidak dapat banyak membantu karena dirimu memang jago juga untuk hal tersebut (jadi diriku bisa apa sih?). Dan yang paling penting diantara semua itu adalah, tinggi badan kita sepadan.

Yang masih terekam cukup jelas adalah saat kita duduk bersebelahan untuk pelajaran matematika, kalau tidak salah waktu itu aku pakai baju warna hitam dan celana jeans dan sandal. Dirimu pakai celana jeans juga dan baju kaos lengan panjang warna hitam, rambut dikepang dibelakang dan duduk disebelah kanan.

Waktu itu diri ini datang telat dan pintu masuk kelas ada di sebelah kiri papan tulis (bagian depan kelas), karena saat pandangan masuk kelas telah ada orang dan kebetulan di depan ada bangku kosong, langsung saja diri ini ku dudukan di kursi yang ternyata disebelah kananku ada kamu.

Walaupun kita pernah satu kelas berkali-kali, tapi diri ini termasuk kategori pribadi yang cukup sulit mengingat orang tanpa ada interaksi. Kalau tidak salah hingga saat itu diri ini masih tidak tahu namamu (memalukan juga ya). Dengan trik pura-pura pinjam catatan kupinjam bukumu dan beruntungnya, dibuku itu ada namamu..serrr…..selamat, masa tetangga sebelah kita tidak tahu namanya. Namamu sederhana saja, lima huruf yang diawali “c” dan diakhiri “a” dengan huruf “t”, tapi bukan cinta. Saking sederhananya hingga saat ini aku tidak tahu siapa nama panjangmu. Sungguh.

Satu hal yang masih teringat pada saat itu adalah saat diri ini mengambil karet penghapusmu yang jatuh kelantai. Mengambil barang orang yang terjatuh seperti karet penghapus adalah hal biasa bagi diri ini, tapi mengapa kejadian itu masih ingat sampai sekarang ya? Dan pada saat itu dikelas diri ini lebih senang memperhatikan dirimu dibandingkan tutor yang sedang menerangkan materi tentang fungsi persamaan yang memang susah dimengerti, f(x) = a + bx + c2 dan bla…bla…bla…. Akibatnya saat disuruh mengerjakan soal latihan diri ini bingung untuk mengerjakannya. Untung ada dirimu yang mau menerangkan.

Sejak saat itu interaksi kita meningkat, tentu tidak dengan dirimu saja, teman-temanmu juga. Saat itu diri ini masih gagap teknologi, termasuk ke dalam kategori pelajar yang tidak punya hp meski sekelas nokia 3310.

Dirimulah orang pertama yang memberitahuku mengenai berteman melalui dunia maya alias friendster . Masih ingat saat pertama kali dirimu bertanya: “punya Friendster tidak?” hah?…tentu saja diri ini tidak tahu, bahkan itulah pertama kali diri ini mendengar kata Friendster (tentu beda dengan kondisi sekarang dimana teknologi sudah sangat menyebar).perlu tiga kali pengulangan pengucapakan kata Friendster sampai telinga ini familiar dengan kata tersebut. Karena belum juga paham, akhir aku meminta dirimu untuk menulisnya.

Maklum saja, pada saat itu internet adalah barang yang cukup mewah, dengan akses internet yang terbatas di warnet dengan tarif sampai dengan Rp 6.000/jam, tentu diri ini tidak sanggup. Butuh waktu kira-kira 1 tahun sampai diri ini memiliki akun di friendster (gaptek juga ya).

Akhir Perpisahan

Setiap pertemuan pasti akan berakhir pada sebuah perpisahan begitu juga dengan kita, walaupun diantara kita tidak terjadi apa-apa dan memang tidak ada apa-apa. Masa-masa menjelang SPMB adalah masa untuk memikirkan diri sendiri untuk masa depan lebih cerah, memikirkan mu kadang-kadang jika sempat.

Masih tersimpan di dalam ingatan dengan cukup jelas saat kita satu bimbingan berangkat ke Padang bersama-sama walaupun tidak semua kelas dalam rangka mengembalikan formulir SPMB, dan lokasi pengembalian itu adalah tempat dirimu akhirnya terdaftar, Fakultas Kedokteran.

Dengan menyewa sebuah mobil kita berangkat dari Payakumbuh menuju Padang, dan rasanya hanya ada 3 laki-laki disana plus pak supir. Diantara 3 laki-laki itu 2 diantaranya menjadi aktivis kampus, yaitu diriku sebagai Mensesneg BEM KM UNAND dan satu orang lagi sebagai Ketua Lembaga Tertinggi Negara KM UNAND.

Tempat yang kita datangi adalah Kampus Kedokteran, lalu kamu mengusulkan kita pergi ke kampus Unand Limau Manis dan kita berhenti sejenak sebelum pulang di Matahari, waktu itu aku sempat membeli sebuah kaset The Power of Love (yang membuat dirimu berpendapat bahwa diriku seorang penyuka musik romantic, sebelumnya dirimu mengira diriku seorang rocker). Kau masih ingat hari itu…? hari Rabu 29 Juni 2005 .

Dan rasanya memang itulah kata-kata terakhir yang kau ucapkan untukku. Kau tahu, kedekatan memang sangat terasa ketika perpisahan mendekat. Baru kali itu kita berdiri begitu dekat, di lantai 2 bangunan tempat kita bimbingan belajar. Dimana saat kita berdiri disana kita bisa melihat dengan jelas jalan raya di depan kita dan mobil-mobil berseliweran. Penting apa melihat mobil melintas jalan? Ah yang penting hanya kita. Kau pergi tanpa berucap kata. Pergi.

 

12 Nov 2010

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *